بِسْمِ
اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
الْحَمْدُ
لِلّهِ, وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللّهِ, وَعَلَى آلِهِ
وَصَحْبِهِ وَ مَنْ دَعَا بِدَعْوَتِهِ واهتدى يهداه
A.
Pendahuluan
Setiap agama tentu memiliki kitab sucinya
masing-masing. Demikian halnya dengan agama Islam, memiliki kitab suci
Al-Qur’an sebagai pedoman hidup setiap pemeluknya. Apakah fungsi dan hikmah
diturunkannya? Apakah keistimewaannya dibandingkan dengan kitab suci agama
lain? Dan bagaimana seharusnya kita memperlakukan Al-Qur’an dalam kehidupan
sehari-hari?
Al-Qur’an adalah kalam Allah SWT. yang merupakan
mukjizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad SAW. melalui
malaikat Jibril. Al-Qur’an merupakan pedoman hidup kaum muslimin dalam
kehidupannya sehari-hari.
Kitab suci Al-Qur’an terdiri dari 30 juz, 114 surah,
6236 ayat, diturunkan secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan dan 22
hari. Adapun diturunkannya Al-Qur’an yaitu di kota
Mekkah dan sekitarnya, kemudian di kota
Madinah dan sekitarnya. Semua ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW. wajib disampaikan kepada umat manusia.
Al-Qur’an kitab Allah SWT. yang paling lengkap dan
sempurna, karena Al-Qur’an membenarkan dan melengkapi kitab-kitab Allah yang
sebelumnya. Keaslian Al Qur’an memang benar-benar terjaga-dari dahulu sampai
sekarang bahkan hingga akhir zaman. Karena, selain umat Islam yang menjaga
keasliannya, Allah SWT. telah berjanji menjaga kalamnya, sebagaimana firman-Nya
:
إِنَّا
نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحفِظُوْنَ .
“Sesungguhnya Kami-lah yang
menurunkan Al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Q.S.
Al-Hijr : 9)
B.
Apakah Al-Qur’an Itu?
1.
Arti Kata Al-Qur’an dan Apa Yang
Dimaksud Dengan Al-Qur’an
“Qur’an” menurut pendapat yang paling kuat seperti yang
dikemukakan Dr. Subhi Al Salih berarti “bacaan”, asal kata qaraa.
Al-Qur’an itu berbentuk masdar dengan arti isim maf’ul yaitu maqru
(dibaca).
Di dalam Al-Qur’an sendiri ada pemakaian kata “Qur’an”
dalam arti demikian sebagai tersebut dalam ayat 17-18 surat Al-Qiyamah.
إِنَّ
عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآنَهُ .فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ .
Kemudian dipakai kata “Qur’an itu untuk Al-Qur’an yang
dikenal sekarang ini. Adapun definisi Al-Qur’an ialah : “Kalam Allah SWT. yang
merupakan mukjizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad SAW. dan
yang ditulis di mushaf dan diriwayatkan dengan mutawatir serta membacanya
adalah ibadah”.
Dengan definisi ini, kalam Allah yang diturunkan kepada
nabi-nabi selain Nabi Muhammad SAW. tidak dinamakan Al-Qur’an seperti Taurat
yang diturunkan kepada Nabi Musa a.s, atau Injil yang diturunkan kepada Nabi
Isa a.s. Demikian pula kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
yang membacanya tidak dianggap sebagai ibadah. Seperti Hadits Qudsi, tidak pula
dinamakan Al-Qur’an.
2.
Cara-Cara Al-Qur’an Diwahyukan
Nabi Muhammad SAW. dalam hal menerima wahyu mengalami
bermacam-macam cara dan keadaan, di antaranya :
a.
Malaikat memasukkan wahyu itu ke
dalam hatinya. Dalam hal ini Nabi SAW. tidak melihat sesuatu apapun, hanya beliau
merasa bahwa itu sudah berada dalam hatinya. Mengenai hal ini nabi mengatakan :
Ruhul qudus mewahyukan ke dalam kalbuku,’ (lihat surat (42) Asy Syuura ayat (51).
b.
Malaikat menampakkan dirinya
kepada nabi berupa seorang laki-laki yang mengucapkan kata-kata kepadanya
sehingga beliau mengetahui dan hapal benar akan kata-kata itu.
c.
Wahyu datang kepadanya seperti
gemerincingnya lonceng. Cara inilah yang amat berat dirasakan oleh Nabi.
Kadang-kadang pada keningnya berpancaran keringat, meskipun turunnya wahtu di
musim dingin yang sangat. Kadang-kadang unta beliau terpaksa berhenti dan duduk
karena merasa amat berat, bila wahyu itu turun ketika beliau sedang mengendarai
unta. Diriwayatkan oleh Zaid bin Tsabit : “Aku adalah penulis wahyu yang
diturunkan kepada Rasulullah. Aku lihat Rasulullah ketika turunnya wahyu itu
seakan-akan diserang oleh demam yang keras dan keringatnya bercucuran seperti
permata. Kemudian setelah selesai turunnya wahyu, barulah beliau kembali
seperti biasa.”
d.
Malaikat menampakkan dirinya kepada
Nabi, tidak berupa seorang laki-laki seperti keadaan no. b, tetapi benar-benar
seperti rupanya yang asli. Hal ini tersebut dalam Al-Qur’an surat (53) An-Najam ayat 13 dan 14.
وَلَقَدْ
رَآهُ نَزَّلَةً أُخْرَى . عِنْدَى سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى
.
“Sesungguhnya Muhammad telah melihat pada kali yang lain, ketika ia
berada di Sidratul Muntaha.
C.
Hikmah Diturunkannya
Al-Qur’an Secara Berangsur-Angsur
Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur dalam masa
22 tahun 2 bulan 22 hari atau 23 tahun. 13 tahun di Mekkah dan 10 tahun di
Madinah. Hikmah Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur itu ialah :
1.
Agar lebih mudah dimengerti dan
dilaksanakan. Orang akan enggan melaksanakan suruhan, dan larangan sekiranya
suruhan dan larangan itu diturunkan sekaligus banyak. Hal ini disebutkan
Bukhari dari riwayat Aisyah r.a.
2.
Di antara ayat-ayat itu ada yang
nasikh dan ada yang mansukh. Sesuai dengan kemaslahatan. Ini tidak dapat
dilakukan sekiranya Al-Qur’an diturunkan sekaligus. (Ini menurut pendapat yang
mengatakan adanya nasikh dan mansukh).
3.
Turunnya sesuatu ayat sesuai
dengan kejadian/peristiwa yang terjadi akan lebih mengesankan dan lebih
berpengaruh di hati.
4.
Memudahkan penghafalan.
Orang-orang musyrik yang telah menanyakan mengapa Al-Qur’an tidak diturunkan
sekaligus, sebagaimana tersebut dalam Al-Qur’an surat (25) Al-Furqan ayat 32, yaitu :
“……….mengapa Al-Qur’an tidak diturunkan kepadanya sekaligus …….?”
Kemudian dijawab di dalam ayat itu sendiri : “…………..Demikianlah, dengan (cara)
begitu Kami hendak menetapkan hatimu ……….”.
5.
Di antara ayat-ayat ada yang
merupakan jawaban dari pada pertanyaan atau penolakan suatu pendapat atau
perbuatan, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas r.a. Hal ini tidak dapat
terlaksana kalau Al-Qur’an diturunkan sekaligus.
Ditinjau dari segi masa turunnya, maka Al-Qur’an itu
dibagi atas dua golongan, yaitu :
1.
Ayat-ayat yang diturunkan di
Mekkah atau sebelum Nabi Muhammad SAW. hijrah ke Madinah dinamakan ayat-ayat
Makiyyah.
2.
Ayat-ayat yang diturunkan di
Madinah atau sesudah Nabi Muhammad SAW. hijrah ke Madinah dinamakan ayat-ayat
Madaniyyah.
Ayat-ayat Makiyyah meliputi 19/30 dari isi Al-Qur’an
terdiri atas 86 surat .
Sedang ayat-ayat Madaniyyah meliputi 11/30 dari isi Al-Qur’an terdiri atas 28 surat .
Perbedaan ayat-ayat makiyyah dengan ayat-ayat
madaniyyah ialah :
1.
Ayat-ayat makkiyyah pada umumnya
pendek-pendek, sedang ayat-ayat madaniyyah panjang-panjang. Surat madaniyyah
yang merupakan 11/30 dari isi Al-Qur’an ayat-ayatnya berjumlah 1.456, sedangkan
surat makiyyah yang merupakan 19/30 dari isi Al-Qur’an jumlah ayat-ayatnya
4.780 ayat. Juz 28 seluruhnya madaniyyah kecuali surat (60) Mumtahinah. Ayat-ayatnya berjumlah
137, sedang juz 29 ialah makiyyah kecuali surat
(76) Ad-Dahr, ayat-ayatnya berjumlah 431. Surat
Al-anfal dan surat
Asy-Syu’ara masing-masing merupakan setengah juz tetapi yang pertama madaniyyah
dengan bilangan ayat sebanyak 75, sedangkan yang kedua makiyyah dengan ayatnya
yang berjumlah 227.
2.
Dalam surat-surat madaniyyah
terdapat perkataan “Ya ayyuhalladziina aamanuu” dan sedikit
sekali terdapat perkataan “Yaa ayyuhannaas”, sedang dalam surat-surat
makiyyah adalah sebaliknya.
3.
Ayat-ayat makiyyah pada umumnya
mengandung hal-hal yang berhubungan dengan keimanan, ancaman dan pahala,
kisah-kisah umat yang terdahulu yang mengandung pengajaran dan budi pekerti.
Sedangkan madaniyyah mengandung hukum-hukum, baik berhubungan dengan hukum adat
atau hukum-hukum duniawi. Seperti hukum-hukum kemasyarakatan, hukum
ketatanegaraan, hukum perang, hukum internasional, hukum antar agama dan
lain-lain.
D.
Nama-Nama Al-Qur’an
Allah memberi nama kitabnya dengan Al-Qur’an yang
berarti “bacaan”. Arti ini dapat kita lihat dalam surat (75) Al-Qiyamah ayat 17-18 sebagaimana
tersebut di atas.
Selain Al-Qur’an Allah SWT. juga memberi beberapa nama
lain bagi kitabnya seperti :
1.
Al Kitab atau Kitabullah.
Merupakan sinonim dari perkataan Al-Qur’an. Sebagaimana tersebut dalam surat (2) Al-Baqarah ayat
2 yang artinya : “Kitab (Al-Qur’an ini tidak ada keraguan padanya).
2.
Al-Furqan. Artinya “Pembeda”ialah
“Yang membedakan yang benar dan yang batil”. Sebagaimana tersebut dalam surat (25) Al-Furqan ayat
1 yang artinya “Maha Agung (Allah) yang telah menurunkan Al-Furqan kepada para
hambanya, agar ia menjadi peringatan kepada seluruh alam”.
3.
Adz Dzikir. Artinya “Peringatan”,
sebagaimana yang tersebut dalam surat
(15) Al-Hijr ayat 9 yang artinya “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan
Adz-Dzikir dan sesungguhnya Kami-lah yang menjaga kemurniannya”.
Dari nama yang tiga tersebut di atas, yang paling
masyhur dan merupakan nama khas ialah Al-Qur’an. Selain dari nama-nama yang
tiga itu ada lagi beberapa nama bagi Al-Qur’an Imam As-Suyuthy dalam kitabnya
Al-Itqan, menyebutkan nama-nama Al-Qur’an, di antaranya : Al-Mubiin, Al-Kalam,
An-Nuur.
Adapun jumlah surat
yang terdapat dalam Al-Qur’an ada 114. Nama-nama batas-batasnya tiap surat , susunan
ayat-ayatnya adalah merupakan ketentuan yang ditetapkan dan diajarkan oleh
Rasulullah sendiri (tauqifl). Sebagian dari surat-surat Al-Qur’an sendiri
mempunyai satu nama dan sebagian yang lain mempunyai lebih dari satu nama.
Sebagaimana yang akan diterangkan dalam muqaddimah tiap-tiap surat .
Surat-surat yang ada dalam Al-Qur’an ditinjau dari segi
panjang dan pendeknya terbagi atas 4 bagian, yaitu :
1.
ASSB’UTHTHIWAAL, Ali Imran,
An-Nisaa, Al A’raaf, Al An’am, Al Maidah dan Yunus.
2.
AL MIUNN. Dimaksudkan surat-surat
yang berisi kira-kira seratus ayat lebih. Seperti : Hud, Yusuf, Al Mu’min dan
sebagainya.
3.
AL MATSAANI. Dimaksudkan
surat-surat yang berisi kurang sedikit dari seratus ayat. Seperti : Al Anfaal,
Al Hijr dan sebagainya.
4.
AL MUFASHSHAL. Dimaksudkan
surat-surat yang pendek. Seperti : Adh Dhuha, Al Ikhlas,Al Falaq, An Nas dan
sebagainya.
Adapun huruf-huruf terletak pada permulaan surat . Dalam Al-Qur’an
terdapat 29 surat, yang dimulai dengan huruf-huruf hijaiyyah yaitu pada
surat-surat : (1) Al Baqarah, (2) Ali Imran, (3) Al A’raaf, (4) Yunus, (5) Ar
Ra’ad, (6) Yusuf, (8) Ibrahim, (9) Al-Hijr, (10) Maryam, (11) Thaaha, (12) Asy
Syu’ara (13) An Naml, (14) Al Qashash, (15) Al ‘Ankabut, (16) Ar Ruum, (17)
Lukman, (18) As Sajadah, (19) Yasin, (20) Shaad, (21) Al Mu’min, (22)
Fushshilat, (23) Asy Syuuraa, (24) Az Zukhruf, (25) Ad Dukhaan, (26) Al
Jaatsiyah, (27) Al Ahqaaf, (28) Qaaf, dan (29) Al Qalam (Nuun).
Sejak zaman sahabat telah ada pembagian Al-Qur’an
menjadi 1/2, 1/3, 1/5, 1/7, 1/9 dan sebagainya. Pembagian tersebut hanya
sekedar untuk hafalan dan amalan dalam tiap-tiap sehari semalam atau di dalam
sembahyang, dan tidak ditulis di dalam Al-Qur’an atau di pinggirnya. Barulah
pada masa Al Hajjaj bin Yusuf Ats Tsaqafi diadakan penulisan di dalam atau di
pinggir Al-Qur’an dengan tambahan istilah-istilah baru.
Salah satu cara pembagian Al-Qur’an itu ialah dibagi
menjadi 30 juz, 114 surat
dan 60 hizb. Tiap-tiap hizb ditulis namanya dan ayat-ayatnya dan tiap-tiap hizb
ditulis sebelah pinggirnya yang menerangkan : hizb pertama, kedua dan
seterusnya. Dan tiap-tiap satu hizb dibagi 4. Tanda 1/4 hizb ditulis dengan ربّع tanda 1/2 ditulis dengan نصف dan tanda 3/4 hizb ditulis dengan ثلاثة
ارباع
Pembagian cara inilah yang dipakai oleh ahli-ahli
qiraat Mesir, dan atas dasar itu pulalah percetakan Amriyah milik pemerintah
Mesir mencetak Al-Qur’an semenjak tahun 1337 Hijrah sampai sekarang, di bawah
pengawasan para guru besar Al Azhar.
E.
Sejarah Pemeliharaan
Al-Qur’an
1.
Memelihara Al-Qur’an Di Masa Nabi
SAW
Pada permulaan Islam bangsa Arab adalah satu bangsa
yang buta huruf, amat sedikit di antara mereka yang pandai menulis dan membaca.
Mereka belum mengenal kertas, seperti kertas yang dikenal sekarang, perkataan
“Al Waraq” (daun) yang lazim pula dipakaikan dengan arti “kertas” di masa itu,
hanyalah dipakaikan pada daun kayu saja.
Adapun kata “Al Qirtas” yang dari padanya terambil
kata-kata Indonesia “kertas” dipakaikan oleh Amerika hanya kepada benda-benda
(bahan-bahan) yang mereka pergunakan untuk ditulis, yaitu kulit binatang, batu
yang tipis dan licin, pelapah kurma, tulang binatang dan lain sebagainya.
Setelah mereka menaklukkan negeri Persia , yaitu sesudah wafatnya Nabi
Muhammad SAW., barulah mereka mengetahui kertas. Orang Persia menamai kertas itu “kaqhid”.
Maka dipakailah kata-kata kaqhit ini untuk kertas oleh bangsa Arab pada masa
itu.
Adapun sebelum masa nabi ataupun di masa nabi,
kata-kata “Al Kaqhit” itu tidak ada dalam pemakaian bahasa Arab, maupun dalam
hadits-hadits nabi. Kemudian kata-kata “Al Qirthas” dipakai pula oleh bangsa
Arab yang dinamakan “Kaqhid” dalam bangsa Persia itu.
Kitab atau buku tentang apapun, juga belum ada pada
masa mereka. Kata-kata “Kitab” di masa itu hanyalah berarti sepotong kulit,
batu, atau tulang dan sebagainya yang telah bertulis atau berarti surat , seperti kata “Kitab” dalam ayat 28 surat (27) An Naml.
Karena mereka belum mengenal kitab atau buku sebagai
yang dikenal sekarang, sebab itu diwaktu Al-Qur’an dibukukan di masa khalifah
Utsman bin Affan. Mereka tidak tahu dengan apa Al-Qur’an yang telah dibukukan
itu dinamai. Bermacam-macam pendapat sahabat tentang nama yang harus diberikan,
akhirnya mereka sepakat menamainya Al-Qur’an.
Demikian keadaan bangsa Arab diwaktu kedatangan agama
Islam. Maka dijalankan oleh nabi suatu cara yang amali (praktis) yang selaras
dengan keadaan itu dalam menyiarkan Al-Qur’an dan memeliharanya.
Tiap-tiap diturunkan ayat-ayat itu nabi menyuruh
menghafalnya dan menulisnya di batu, kulit binatang, pelapah kurma, dan apa
saja yang bisa disusun dalam suatu surat .
Nabi menerangkan tartib ayat-ayat itu, nabi mengadakan peraturan, yaitu
Al-Qur’an sajalah yang boleh dituliskan. Selain dari Al-Qur’an, hadits atau
pelajaran-pelajaran yang mereka dengar dari mulut nabi dilarang menuliskannya.
Larangan ini dengan maksud supaya Al-Qur’an Al karim itu terpelihara. Jangan
campur aduk dengan yang lain-lain yang juga didengar dari nabi.
Nabi menganjurkan supaya Al-Qur’an itu dihafal, selalu
dibaca dan diwajibkannya membaca dalam sembahyang. Dengan jalan demikian
banyaklah orang yang hafal Al-Qur’an. Surat
yang satu macam, dihafal oleh ribuan manusia, dan banyak yang hafal seluruh
Al-Qur’an. Dalam pada itu tidak satu ayat pun yang tidak ditulis.
Kepandaian menulis amat dihargai dan digembirakan oleh
nabi. Beliau berkata :
“Di akhirat nanti ulama-ulama tintanya itu akan ditimbang dengan darah
syuhada (0rang-orang yang mati syahid)”.
Dengan demikian terdapatlah di masa nabi tiga unsur
yang tolong menolong memelihara Al-Qur’an yang telah diturunkan itu.
a.
Hafalan dari mereka yang hafal
Al-Qur’an.
b.
Naskah-naskah yang ditulis untuk
nabi.
c.
Naskah-naskah yang ditulis oleh
mereka yang pandai menulis dan membacanya untuk mereka masing-masing.
Dalam pada itu oleh Jibril diadakan ulangan (repetisi)
sekali setahun. Di waktu ulangan itu nabi disuruh mengulang memperdengarkan
Al-Qur’an yang telah diturunkan. Ulangan itu diadakan dua kali oleh Jibril, di
tahun beliau wafat.
2.
Al-Qur’an Di Masa Abu Bakar r.a
Sesudah Rasulullah wafat, para sahabat baik Anshar
maupun Muhajirin sepakat mengangkat Abu Bakar menjadi khalifah. Pada awal masa
pemerintahannya banyak di antara orang-orang Islam yang belum kuat imannya.
Terutama di Nejed dan Yaman banyak di antara mereka yang menjadi murtad dari
agamanya, dan banyak pula yang membayar zakat. Di samping itu ada pula
orang-orang yang mengaku dirinya sebagai nabi. Hal ini dihadapi oleh Abu Bakar
dengan tegas, sehingga ia berkata terhadap orang-orang yang menolak zakat itu
demikian :
“Demi Allah! Kalau mereka menolak untuk menyerahkan seekor kambing
sebagai zakat (seperti apa) yang telah mereka serahkan kepada Rasulullah,
niscaya aku akan memerangi mereka”. Maka terjadilah peperangan yang hebat untuk
menumpas orang-orang yang murtad dan pengikut-pengikut orang yang terkenal
adalah perang Yamamah. Tentara Islam yang ikut perang ini, kebanyakan dari
sahabat dan penghafal Al-Qur’an. Dalam peperangan ini telah gugur 70 orang penghafal
Al-Qur’an, bahkan sebelum itu gugur pula hampir sebanyak itu penghafal
Al-Qur’an di masa nabi pada suatu pertempuran di Sumur Ma’unah dekat kota Madinah.
Oleh karena Umar bin Khattab khawatir akan gugurnya
para sahabat penghafal Al-Qur’an yang masih hidup. Maka ia lalu datang kepada
Abu Bakar membicarakan hal ini. Dalam pembicaraannya mengenai pengumpulan dan
pembukuan Al-Qur’an secara menyeluruh.
F.
Kesimpulan
Kitab suci Al-Qur’an yang diturunkan kepada nabi
Muhammad SAW. jika dipelajari lebih mendalam ternyata banyak sekali fungsinya
bagi kelangsungan hidup manusia, di antaranya :
1.
Sebagai petunjuk dan pemberi kabar
gembira, firman Allah : “Seseungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada
jalan yang lurus dan memberi kabar gembira bagi orang-orang yang mukmin yang
mengerjakan amal shalih bahwa bagi mereka pahala yang besar.
2.
Sebagai pedoman dan petunjuk bagi
mereka (manusia).
3.
Sebagai pembimbing yang lurus.
4.
Sebagai pembenar kitab-kitab suci
sebelumnya, yakni Taurat, Zabur, Injil.
5.
Sebagai penerang dan pelajaran.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Umary Barmawie, 1984, Materi
Akhlak, Solo : Ramadhani
2.
Abduh,Muhammad, 1976, Risalah
Tauhid, Jakarta
: Bulan Bintang
3.
Al-Qardhawi Yusuf, 2002, Islam
Agama Ramah Lingkungan, Jakarta
: Pustaka Al-Kautsar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar