Rabu, 29 Februari 2012

SEJARAH AL-QUR'AN


بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
الْحَمْدُ لِلّهِ, وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللّهِ, وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَ مَنْ دَعَا بِدَعْوَتِهِ واهتدى يهداه

A.    Pendahuluan
Setiap agama tentu memiliki kitab sucinya masing-masing. Demikian halnya dengan agama Islam, memiliki kitab suci Al-Qur’an sebagai pedoman hidup setiap pemeluknya. Apakah fungsi dan hikmah diturunkannya? Apakah keistimewaannya dibandingkan dengan kitab suci agama lain? Dan bagaimana seharusnya kita memperlakukan Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari?
Al-Qur’an adalah kalam Allah SWT. yang merupakan mukjizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad SAW. melalui malaikat Jibril. Al-Qur’an merupakan pedoman hidup kaum muslimin dalam kehidupannya sehari-hari.
Kitab suci Al-Qur’an terdiri dari 30 juz, 114 surah, 6236 ayat, diturunkan secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan dan 22 hari. Adapun diturunkannya Al-Qur’an yaitu di kota Mekkah dan sekitarnya, kemudian di kota Madinah dan sekitarnya. Semua ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. wajib disampaikan kepada umat manusia.
Al-Qur’an kitab Allah SWT. yang paling lengkap dan sempurna, karena Al-Qur’an membenarkan dan melengkapi kitab-kitab Allah yang sebelumnya. Keaslian Al Qur’an memang benar-benar terjaga-dari dahulu sampai sekarang bahkan hingga akhir zaman. Karena, selain umat Islam yang menjaga keasliannya, Allah SWT. telah berjanji menjaga kalamnya, sebagaimana firman-Nya :
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحفِظُوْنَ .
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Q.S. Al-Hijr : 9)

B.     Apakah Al-Qur’an Itu?
1.      Arti Kata Al-Qur’an dan Apa Yang Dimaksud Dengan Al-Qur’an
“Qur’an” menurut pendapat yang paling kuat seperti yang dikemukakan Dr. Subhi Al Salih berarti “bacaan”, asal kata qaraa. Al-Qur’an itu berbentuk masdar dengan arti isim maf’ul yaitu maqru (dibaca).
Di dalam Al-Qur’an sendiri ada pemakaian kata “Qur’an” dalam arti demikian sebagai tersebut dalam ayat 17-18 surat Al-Qiyamah.
إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآنَهُ .فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ .
Kemudian dipakai kata “Qur’an itu untuk Al-Qur’an yang dikenal sekarang ini. Adapun definisi Al-Qur’an ialah : “Kalam Allah SWT. yang merupakan mukjizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad SAW. dan yang ditulis di mushaf dan diriwayatkan dengan mutawatir serta membacanya adalah ibadah”.
Dengan definisi ini, kalam Allah yang diturunkan kepada nabi-nabi selain Nabi Muhammad SAW. tidak dinamakan Al-Qur’an seperti Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa a.s, atau Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa a.s. Demikian pula kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. yang membacanya tidak dianggap sebagai ibadah. Seperti Hadits Qudsi, tidak pula dinamakan Al-Qur’an.
2.      Cara-Cara Al-Qur’an Diwahyukan
Nabi Muhammad SAW. dalam hal menerima wahyu mengalami bermacam-macam cara dan keadaan, di antaranya :
a.       Malaikat memasukkan wahyu itu ke dalam hatinya. Dalam hal ini Nabi SAW. tidak melihat sesuatu apapun, hanya beliau merasa bahwa itu sudah berada dalam hatinya. Mengenai hal ini nabi mengatakan : Ruhul qudus mewahyukan ke dalam kalbuku,’ (lihat surat (42) Asy Syuura ayat (51).
b.      Malaikat menampakkan dirinya kepada nabi berupa seorang laki-laki yang mengucapkan kata-kata kepadanya sehingga beliau mengetahui dan hapal benar akan kata-kata itu.
c.       Wahyu datang kepadanya seperti gemerincingnya lonceng. Cara inilah yang amat berat dirasakan oleh Nabi. Kadang-kadang pada keningnya berpancaran keringat, meskipun turunnya wahtu di musim dingin yang sangat. Kadang-kadang unta beliau terpaksa berhenti dan duduk karena merasa amat berat, bila wahyu itu turun ketika beliau sedang mengendarai unta. Diriwayatkan oleh Zaid bin Tsabit : “Aku adalah penulis wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah. Aku lihat Rasulullah ketika turunnya wahyu itu seakan-akan diserang oleh demam yang keras dan keringatnya bercucuran seperti permata. Kemudian setelah selesai turunnya wahyu, barulah beliau kembali seperti biasa.”
d.      Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi, tidak berupa seorang laki-laki seperti keadaan no. b, tetapi benar-benar seperti rupanya yang asli. Hal ini tersebut dalam Al-Qur’an surat (53) An-Najam ayat 13 dan 14.
وَلَقَدْ رَآهُ نَزَّلَةً أُخْرَى . عِنْدَى سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى .
“Sesungguhnya Muhammad telah melihat pada kali yang lain, ketika ia berada di Sidratul Muntaha.

C.    Hikmah Diturunkannya Al-Qur’an Secara Berangsur-Angsur
Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur dalam masa 22 tahun 2 bulan 22 hari atau 23 tahun. 13 tahun di Mekkah dan 10 tahun di Madinah. Hikmah Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur itu ialah :
1.      Agar lebih mudah dimengerti dan dilaksanakan. Orang akan enggan melaksanakan suruhan, dan larangan sekiranya suruhan dan larangan itu diturunkan sekaligus banyak. Hal ini disebutkan Bukhari dari riwayat Aisyah r.a.
2.      Di antara ayat-ayat itu ada yang nasikh dan ada yang mansukh. Sesuai dengan kemaslahatan. Ini tidak dapat dilakukan sekiranya Al-Qur’an diturunkan sekaligus. (Ini menurut pendapat yang mengatakan adanya nasikh dan mansukh).
3.      Turunnya sesuatu ayat sesuai dengan kejadian/peristiwa yang terjadi akan lebih mengesankan dan lebih berpengaruh di hati.
4.      Memudahkan penghafalan. Orang-orang musyrik yang telah menanyakan mengapa Al-Qur’an tidak diturunkan sekaligus, sebagaimana tersebut dalam Al-Qur’an surat (25) Al-Furqan ayat 32, yaitu :
“……….mengapa Al-Qur’an tidak diturunkan kepadanya sekaligus …….?” Kemudian dijawab di dalam ayat itu sendiri : “…………..Demikianlah, dengan (cara) begitu Kami hendak menetapkan hatimu ……….”.
5.      Di antara ayat-ayat ada yang merupakan jawaban dari pada pertanyaan atau penolakan suatu pendapat atau perbuatan, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas r.a. Hal ini tidak dapat terlaksana kalau Al-Qur’an diturunkan sekaligus.
Ditinjau dari segi masa turunnya, maka Al-Qur’an itu dibagi atas dua golongan, yaitu :
1.      Ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah atau sebelum Nabi Muhammad SAW. hijrah ke Madinah dinamakan ayat-ayat Makiyyah.
2.      Ayat-ayat yang diturunkan di Madinah atau sesudah Nabi Muhammad SAW. hijrah ke Madinah dinamakan ayat-ayat Madaniyyah.
Ayat-ayat Makiyyah meliputi 19/30 dari isi Al-Qur’an terdiri atas 86 surat. Sedang ayat-ayat Madaniyyah meliputi 11/30 dari isi Al-Qur’an terdiri atas 28 surat.
Perbedaan ayat-ayat makiyyah dengan ayat-ayat madaniyyah ialah :
1.      Ayat-ayat makkiyyah pada umumnya pendek-pendek, sedang ayat-ayat madaniyyah panjang-panjang. Surat madaniyyah yang merupakan 11/30 dari isi Al-Qur’an ayat-ayatnya berjumlah 1.456, sedangkan surat makiyyah yang merupakan 19/30 dari isi Al-Qur’an jumlah ayat-ayatnya 4.780 ayat. Juz 28 seluruhnya madaniyyah kecuali surat (60) Mumtahinah. Ayat-ayatnya berjumlah 137, sedang juz 29 ialah makiyyah kecuali surat (76) Ad-Dahr, ayat-ayatnya berjumlah 431. Surat Al-anfal dan surat Asy-Syu’ara masing-masing merupakan setengah juz tetapi yang pertama madaniyyah dengan bilangan ayat sebanyak 75, sedangkan yang kedua makiyyah dengan ayatnya yang berjumlah 227.
2.      Dalam surat-surat madaniyyah terdapat perkataan “Ya ayyuhalladziina aamanuu” dan sedikit sekali terdapat perkataan “Yaa ayyuhannaas”, sedang dalam surat-surat makiyyah adalah sebaliknya.
3.      Ayat-ayat makiyyah pada umumnya mengandung hal-hal yang berhubungan dengan keimanan, ancaman dan pahala, kisah-kisah umat yang terdahulu yang mengandung pengajaran dan budi pekerti. Sedangkan madaniyyah mengandung hukum-hukum, baik berhubungan dengan hukum adat atau hukum-hukum duniawi. Seperti hukum-hukum kemasyarakatan, hukum ketatanegaraan, hukum perang, hukum internasional, hukum antar agama dan lain-lain.

D.    Nama-Nama Al-Qur’an
Allah memberi nama kitabnya dengan Al-Qur’an yang berarti “bacaan”. Arti ini dapat kita lihat dalam surat (75) Al-Qiyamah ayat 17-18 sebagaimana tersebut di atas.
Selain Al-Qur’an Allah SWT. juga memberi beberapa nama lain bagi kitabnya seperti :
1.      Al Kitab atau Kitabullah. Merupakan sinonim dari perkataan Al-Qur’an. Sebagaimana tersebut dalam surat (2) Al-Baqarah ayat 2 yang artinya : “Kitab (Al-Qur’an ini tidak ada keraguan padanya).
2.      Al-Furqan. Artinya “Pembeda”ialah “Yang membedakan yang benar dan yang batil”. Sebagaimana tersebut dalam surat (25) Al-Furqan ayat 1 yang artinya “Maha Agung (Allah) yang telah menurunkan Al-Furqan kepada para hambanya, agar ia menjadi peringatan kepada seluruh alam”.
3.      Adz Dzikir. Artinya “Peringatan”, sebagaimana yang tersebut dalam surat (15) Al-Hijr ayat 9 yang artinya “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Adz-Dzikir dan sesungguhnya Kami-lah yang menjaga kemurniannya”.
Dari nama yang tiga tersebut di atas, yang paling masyhur dan merupakan nama khas ialah Al-Qur’an. Selain dari nama-nama yang tiga itu ada lagi beberapa nama bagi Al-Qur’an Imam As-Suyuthy dalam kitabnya Al-Itqan, menyebutkan nama-nama Al-Qur’an, di antaranya : Al-Mubiin, Al-Kalam, An-Nuur.
Adapun jumlah surat yang terdapat dalam Al-Qur’an ada 114. Nama-nama batas-batasnya tiap surat, susunan ayat-ayatnya adalah merupakan ketentuan yang ditetapkan dan diajarkan oleh Rasulullah sendiri (tauqifl). Sebagian dari surat-surat Al-Qur’an sendiri mempunyai satu nama dan sebagian yang lain mempunyai lebih dari satu nama. Sebagaimana yang akan diterangkan dalam muqaddimah tiap-tiap surat.
Surat-surat yang ada dalam Al-Qur’an ditinjau dari segi panjang dan pendeknya terbagi atas 4 bagian, yaitu :
1.      ASSB’UTHTHIWAAL, Ali Imran, An-Nisaa, Al A’raaf, Al An’am, Al Maidah dan Yunus.
2.      AL MIUNN. Dimaksudkan surat-surat yang berisi kira-kira seratus ayat lebih. Seperti : Hud, Yusuf, Al Mu’min dan sebagainya.
3.      AL MATSAANI. Dimaksudkan surat-surat yang berisi kurang sedikit dari seratus ayat. Seperti : Al Anfaal, Al Hijr dan sebagainya.
4.      AL MUFASHSHAL. Dimaksudkan surat-surat yang pendek. Seperti : Adh Dhuha, Al Ikhlas,Al Falaq, An Nas dan sebagainya.
Adapun huruf-huruf terletak pada permulaan surat. Dalam Al-Qur’an terdapat 29 surat, yang dimulai dengan huruf-huruf hijaiyyah yaitu pada surat-surat : (1) Al Baqarah, (2) Ali Imran, (3) Al A’raaf, (4) Yunus, (5) Ar Ra’ad, (6) Yusuf, (8) Ibrahim, (9) Al-Hijr, (10) Maryam, (11) Thaaha, (12) Asy Syu’ara (13) An Naml, (14) Al Qashash, (15) Al ‘Ankabut, (16) Ar Ruum, (17) Lukman, (18) As Sajadah, (19) Yasin, (20) Shaad, (21) Al Mu’min, (22) Fushshilat, (23) Asy Syuuraa, (24) Az Zukhruf, (25) Ad Dukhaan, (26) Al Jaatsiyah, (27) Al Ahqaaf, (28) Qaaf, dan (29) Al Qalam (Nuun).
Sejak zaman sahabat telah ada pembagian Al-Qur’an menjadi 1/2, 1/3, 1/5, 1/7, 1/9 dan sebagainya. Pembagian tersebut hanya sekedar untuk hafalan dan amalan dalam tiap-tiap sehari semalam atau di dalam sembahyang, dan tidak ditulis di dalam Al-Qur’an atau di pinggirnya. Barulah pada masa Al Hajjaj bin Yusuf Ats Tsaqafi diadakan penulisan di dalam atau di pinggir Al-Qur’an dengan tambahan istilah-istilah baru.
Salah satu cara pembagian Al-Qur’an itu ialah dibagi menjadi 30 juz, 114 surat dan 60 hizb. Tiap-tiap hizb ditulis namanya dan ayat-ayatnya dan tiap-tiap hizb ditulis sebelah pinggirnya yang menerangkan : hizb pertama, kedua dan seterusnya. Dan tiap-tiap satu hizb dibagi 4. Tanda 1/4 hizb ditulis dengan ربّع tanda 1/2 ditulis dengan نصف dan tanda 3/4 hizb ditulis dengan ثلاثة ارباع
Pembagian cara inilah yang dipakai oleh ahli-ahli qiraat Mesir, dan atas dasar itu pulalah percetakan Amriyah milik pemerintah Mesir mencetak Al-Qur’an semenjak tahun 1337 Hijrah sampai sekarang, di bawah pengawasan para guru besar Al Azhar.

E.     Sejarah Pemeliharaan Al-Qur’an
1.      Memelihara Al-Qur’an Di Masa Nabi SAW
Pada permulaan Islam bangsa Arab adalah satu bangsa yang buta huruf, amat sedikit di antara mereka yang pandai menulis dan membaca. Mereka belum mengenal kertas, seperti kertas yang dikenal sekarang, perkataan “Al Waraq” (daun) yang lazim pula dipakaikan dengan arti “kertas” di masa itu, hanyalah dipakaikan pada daun kayu saja.
Adapun kata “Al Qirtas” yang dari padanya terambil kata-kata Indonesia “kertas” dipakaikan oleh Amerika hanya kepada benda-benda (bahan-bahan) yang mereka pergunakan untuk ditulis, yaitu kulit binatang, batu yang tipis dan licin, pelapah kurma, tulang binatang dan lain sebagainya.
Setelah mereka menaklukkan negeri Persia, yaitu sesudah wafatnya Nabi Muhammad SAW., barulah mereka mengetahui kertas. Orang Persia menamai kertas itu “kaqhid”. Maka dipakailah kata-kata kaqhit ini untuk kertas oleh bangsa Arab pada masa itu.
Adapun sebelum masa nabi ataupun di masa nabi, kata-kata “Al Kaqhit” itu tidak ada dalam pemakaian bahasa Arab, maupun dalam hadits-hadits nabi. Kemudian kata-kata “Al Qirthas” dipakai pula oleh bangsa Arab yang dinamakan “Kaqhid” dalam bangsa Persia itu.
Kitab atau buku tentang apapun, juga belum ada pada masa mereka. Kata-kata “Kitab” di masa itu hanyalah berarti sepotong kulit, batu, atau tulang dan sebagainya yang telah bertulis atau berarti surat, seperti kata “Kitab” dalam ayat 28 surat (27) An Naml.
Karena mereka belum mengenal kitab atau buku sebagai yang dikenal sekarang, sebab itu diwaktu Al-Qur’an dibukukan di masa khalifah Utsman bin Affan. Mereka tidak tahu dengan apa Al-Qur’an yang telah dibukukan itu dinamai. Bermacam-macam pendapat sahabat tentang nama yang harus diberikan, akhirnya mereka sepakat menamainya Al-Qur’an.
Demikian keadaan bangsa Arab diwaktu kedatangan agama Islam. Maka dijalankan oleh nabi suatu cara yang amali (praktis) yang selaras dengan keadaan itu dalam menyiarkan Al-Qur’an dan memeliharanya.
Tiap-tiap diturunkan ayat-ayat itu nabi menyuruh menghafalnya dan menulisnya di batu, kulit binatang, pelapah kurma, dan apa saja yang bisa disusun dalam suatu surat. Nabi menerangkan tartib ayat-ayat itu, nabi mengadakan peraturan, yaitu Al-Qur’an sajalah yang boleh dituliskan. Selain dari Al-Qur’an, hadits atau pelajaran-pelajaran yang mereka dengar dari mulut nabi dilarang menuliskannya. Larangan ini dengan maksud supaya Al-Qur’an Al karim itu terpelihara. Jangan campur aduk dengan yang lain-lain yang juga didengar dari nabi.
Nabi menganjurkan supaya Al-Qur’an itu dihafal, selalu dibaca dan diwajibkannya membaca dalam sembahyang. Dengan jalan demikian banyaklah orang yang hafal Al-Qur’an. Surat yang satu macam, dihafal oleh ribuan manusia, dan banyak yang hafal seluruh Al-Qur’an. Dalam pada itu tidak satu ayat pun yang tidak ditulis.
Kepandaian menulis amat dihargai dan digembirakan oleh nabi. Beliau berkata :
“Di akhirat nanti ulama-ulama tintanya itu akan ditimbang dengan darah syuhada (0rang-orang yang mati syahid)”.
Dengan demikian terdapatlah di masa nabi tiga unsur yang tolong menolong memelihara Al-Qur’an yang telah diturunkan itu.
a.       Hafalan dari mereka yang hafal Al-Qur’an.
b.      Naskah-naskah yang ditulis untuk nabi.
c.       Naskah-naskah yang ditulis oleh mereka yang pandai menulis dan membacanya untuk mereka masing-masing.
Dalam pada itu oleh Jibril diadakan ulangan (repetisi) sekali setahun. Di waktu ulangan itu nabi disuruh mengulang memperdengarkan Al-Qur’an yang telah diturunkan. Ulangan itu diadakan dua kali oleh Jibril, di tahun beliau wafat.
2.      Al-Qur’an Di Masa Abu Bakar r.a
Sesudah Rasulullah wafat, para sahabat baik Anshar maupun Muhajirin sepakat mengangkat Abu Bakar menjadi khalifah. Pada awal masa pemerintahannya banyak di antara orang-orang Islam yang belum kuat imannya. Terutama di Nejed dan Yaman banyak di antara mereka yang menjadi murtad dari agamanya, dan banyak pula yang membayar zakat. Di samping itu ada pula orang-orang yang mengaku dirinya sebagai nabi. Hal ini dihadapi oleh Abu Bakar dengan tegas, sehingga ia berkata terhadap orang-orang yang menolak zakat itu demikian :
“Demi Allah! Kalau mereka menolak untuk menyerahkan seekor kambing sebagai zakat (seperti apa) yang telah mereka serahkan kepada Rasulullah, niscaya aku akan memerangi mereka”. Maka terjadilah peperangan yang hebat untuk menumpas orang-orang yang murtad dan pengikut-pengikut orang yang terkenal adalah perang Yamamah. Tentara Islam yang ikut perang ini, kebanyakan dari sahabat dan penghafal Al-Qur’an. Dalam peperangan ini telah gugur 70 orang penghafal Al-Qur’an, bahkan sebelum itu gugur pula hampir sebanyak itu penghafal Al-Qur’an di masa nabi pada suatu pertempuran di Sumur Ma’unah dekat kota Madinah.
Oleh karena Umar bin Khattab khawatir akan gugurnya para sahabat penghafal Al-Qur’an yang masih hidup. Maka ia lalu datang kepada Abu Bakar membicarakan hal ini. Dalam pembicaraannya mengenai pengumpulan dan pembukuan Al-Qur’an secara menyeluruh.

F.     Kesimpulan
Kitab suci Al-Qur’an yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW. jika dipelajari lebih mendalam ternyata banyak sekali fungsinya bagi kelangsungan hidup manusia, di antaranya :
1.      Sebagai petunjuk dan pemberi kabar gembira, firman Allah : “Seseungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada jalan yang lurus dan memberi kabar gembira bagi orang-orang yang mukmin yang mengerjakan amal shalih bahwa bagi mereka pahala yang besar.
2.      Sebagai pedoman dan petunjuk bagi mereka (manusia).
3.      Sebagai pembimbing yang lurus.
4.      Sebagai pembenar kitab-kitab suci sebelumnya, yakni Taurat, Zabur, Injil.
5.      Sebagai penerang dan pelajaran.
  
DAFTAR PUSTAKA

1.      Umary Barmawie, 1984, Materi Akhlak, Solo : Ramadhani

2.      Abduh,Muhammad, 1976, Risalah Tauhid, Jakarta : Bulan Bintang

3.      Al-Qardhawi Yusuf, 2002, Islam Agama Ramah Lingkungan, Jakarta : Pustaka Al-Kautsar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar